Seorang ayah bernama Ridzuan Mega Abdul Rahman bersama istrinya, Azlin Arujunah di Singapura dengan sadis menyiksa putranya yang berusia 5 tahun hingga tewas pada 2016 silam. Mereka mengurung putranya dalam kandang dan menyiramkan air panas hingga tewas.
Dilansir dari Straits Times, bocah 5 tahun tersebut sempat tinggal bersama keluarga asuh sebelum kembali kepada ayah dan ibunya di usia empat tahun. Psikolog dari Institut Kesehatan Mental (IMH) Leung Hoi Ting memberikan kesaksian terkait Ridzuan dalam persidangan Jumat siang.
Leung mencoba mengorek soal masa kecil pelaku, termasuk bagaimana pengalamannya, dan melakukan pemeriksaan atas kecerdasan Ridzuan. Pemeriksaan intelektual itu mencakup dua komponen: penilaian standar, serta penilaian fungsi adaptif dari individu yang bersangkutan. Hasilnya, diketahui intelijensia Ridzuan berada di kisaran "sangat rendah ke rendah". Meski begitu, dia tidak mengalami disabilitas.
Pengacara terdakwa Eugene Thuraisingam mengatakan, nenek Ridzuan yang berprofesi sebagai petugas kebersihan sempat menyebutnya "bodoh". Sementara pamannya mengaku tidak bisa memahami pelaku karena dia sering berbicara cepat, dan kalimatnya sukar dipahami. Namun, saat hakim menanyakan apakah faktor itu berasal dari fungsi adaptifnya, Leung dengan tegas menyatakannya tidak.
Thuraisingam menunjukkan masa kecil Ridzuan yang lain. Seperti fakta bahwa dia tidak terlalu bagus dalam mata pelajaran SD. Sebaliknya, dia malah "bangga" jika mendapat nilai nol di ujian. Dia disebut cenderung menghindari tugas yang dia tidak suka dan meminta bibinya untuk mengerjakan PR-nya.
Jika nantinya terbukti secara sengaja menyiksa putranya hingga tewas, Ridzuan terancam menghadapi hukuman mati, atau seumur hidup dengan dicambuk.
![]()