Kementerian Perhubungan, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, mulai 1 April 2017 akan menerapkan Peraturan Menteri (PM) No 32 tahun 2016. Regulasi itu mengatur tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Pudji Hartanto mengatakan bahwa keluarnya aturan itu menandai berakhirnya sosialisasi yang telah dilakukan selama enam bulan terakhir. Selanjutnya, pemerintah akan meresmikan dan menerapkan uji publik yang kedua pada awal April. Dalam PM 32 terdapat 11 tuntutan para perusahaan taksi online dan konvensional, di mana salah satu poin yang ditegaskan adalah mekanisme tarif.
Dalam PM 32 ini, tercantum tarif batas atas dan batas bawah angkutan umum berbasis online tersebut. Salah satu poinnya adalah pihak taksi online akan memberlakukan tarif untuk jarak tertentu dengan jumlah Rp 50.000. Kalaupun bisa kurang, selisihnya tidak boleh terlalu jauh atau terlalu murah.
Selain itu, perusahaan taksi online juga akan dikenakan pajak sesuai ketentuan Direktorat Jendral Pajak. Selain itu pihaknya juga akan memastikan bahwa kendaraan taksi online yang digunakan tersebut juga aman dan layak digunakan.
Adanya kebijakan ini juga memberikan jawaban atas keluhan dari Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan. Dia mengeluhkan bisnis angkutan darat pada 2016 yang mengalami penurunan secara drastis. Bahkan penurunan omzet yang dialami tersebut mencapai 50 persen. Bahkan hal ini juga menyebabkan ada dua operator taksi terpaksa tutup gara-gara banyaknya transportasi berbasis online yang kian menjamur.
Dia menduga akar permasalahannya adalah dari persaingan yang tidak sehat antara model transportasi konvensional dengan transportasi online. Dia meminta kedepannya pemerintah lebih memberikan perhatian terhadap masalah ini.