Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan berkonsultasi dengan Mahkamah Agung terkait penonaktifan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia melakukan hal itu setelah sejumlah pihak menilai pemerintah melanggar pasal 83 UU UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Pendapat para pakar dan anggota DPR kami terima. Kemungkinan, sore ini atau besok pagi saya akan menyampaikan masalah ini (ke MA). Masukan para pakar yang ada, DPR yang ada, tafsir ini, alternatif ini, mungkin fatwa MA," kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2) kemarin.
Wacana mengenai penonaktifan Ahok mengemuka sejak beberapa hari terakhir. Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) bahkan telah menggugat pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan ini didaftarkan karena pemerintah tidak mengeluarkan surat keterangan pemberhentian sementara kepada Ahok yang kini kembali menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.
Ketua Dewan Penasehat ACTA, Hisar Tambunan berpendapat, surat pemberhentian sementara seharusnya sudah dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri. Sebab menurutnya, Ahok menyandang status terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
Mahkamah Agung
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dijadwalkan bertemu dengan pimpinan Mahkamah Agung (MA) hari ini, Selasa (14/2). Juru Bicara MA Suhadi memastikan, MA akan mengeluarkan pendapat jika diminta oleh lembaga negara untuk memperjelas sebuah status.
Namun hingga kini, Suhadi mengaku belum ada informasi mengenai jadwal pertemuan antara Tjahjo dengan para pimpinan di MA.
“MA berwenang mengeluarkan pendapat jika diminta atau atas inisiatif sendiri. Tapi dalam praktik, selalu diminta,” kata Suhadi ketika dihubungi, Selasa (14/2).
Suhadi menjelaskan, permintaan biasanya disampaikan secara tertulis oleh lembaga yang membutuhkan jawaban MA. Atas permintaan tersebut, MA biasanya membentuk tim yang terdiri dari para hakim agung, baik tim pidana, perdata, atau pun tata usaha negara.
Tim selanjutnya akan membahas, yang biasanya juga tidak memakan waktu lama karena langsung melakukan kajian berdasarkan produk hukum yang sudah ada.
“Apalagi terhadap isu-isu yang penekanannya harus segera diputuskan, biasanya enggak terlalu lama,” ujar Suhadi.